Cerpen Karangan: Natassiya Agatha
Lolos moderasi pada: 1 August 2015
Sesampainya di rumah, aku menangis sejadi-jadinya. Aku tidak tau kenapa aku menangis, aku tidak tau apa masalahku. Sebenarnya aku tidak ingin menangis. Tapi aku bingung, mengapa hatiku sakit sekali. Mengapa aku menganggap dia itu Rio yang dulu meninggalkanku. AAAAHHH!! kenapa aku ini, mengapa jadi begini!! Aku benci kenangan itu. Aku sudah hampir melupakanmu, selangkah lagi! bahkan aku pikir semua akan lebih baik jika aku disini. Ternyata semua lebih buruk dari yang aku bayangkan.
“tok.. tok.. tok..” kalian tau kan itu suara pintu.
“siapa!?”
“ini bibi, ada telfon dari revi katanya “
Hah? Tau dari mana dia nomor telfon rumahku “iya bi, aku angkat dari sini saja”
“halo”
“indie, aku ganggu gak?”
“gak sih kak, ada apa?”
“nggak, aku cuman mau ngucapin makasih aja”
“buat?”
“kamu udah mau nganterin aku hari ini”
“iya kak sama-sama”
“he he he. Kamu lagi ngapain?”
“baru mau tidur kak.”
“kamu capek ya?”
“iya lumayan kak”
“indie..”
“ya?”
“aku boleh jujur?”
“kenapa kak?”
“aku suka sama kamu”
“hah?”
“iya, aku serius”
“tapi… aku..”
“aku tau kok, kamu gak suka kan sama aku?”
“bukan gitu kak”
“terus?”
“aku tuh nganggep kak revi udah seperti kakak sendiri. Jadi gak mungkin aku dan kakak..”
“iya aku ngerti, aku Cuma ingin jujur aja kok”
“maafin aku ya kak”
“iya gak apa-apa”
“oiya kak, kakak tau nomor telfon ini dari siapa?”
“dari data siswa mos, kan waktu itu disuruh tulis biodata kan?”
“oh iya iya, hahaha kakak niat banget”
“iya, hhehe. Ya sudah kamu tidur ya. Sudah malam. Selamat tidur indie”
“iya kak. Daaah”
“daah”
Telfon pun aku tutup. Aku gak paham kenapa kak revi berkata seperti itu, tapi ya sudahlah lupakan saja. Aku pun mecuci kakiku dan tidur.
Keesokan harinya di sekolah, aku merasa lelah. Mataku sembap, badanku lemas. Semalaman aku menangis di kamarku karena rio.
“kamu kenapa kundi?” tanya dica
“gak apa-apa”
“habis nangis ya?”
“nggak kok”
“jangan bohong, aku tau kok”
“tau apa?”
“kalau ada masalah, ceritakan padaku kundi, jangan dipendam begitu”
Aku melihat wajah dica
“bagaimana bisa aku ceritakan padamu dica, ini soal hati! Tentang aku dan pacarmu. Dan kamu adalah sahabatku. Apa kau sanggup mendengar saat aku ceritakan semuanya? Jika kamu sanggup, kurasa aku yang tidak akan pernah sanggup untuk menceritakan ini semua kepadamu dica. Bagaimana mungkin dengan sekejap aku menusuk hatimu dengan ceritaku ini. Dan apa aku harus jujur padamu tentang bagaimana perasaanku terhadap pacarmu? Aku pikir tidak” bisikku dalam hati
“kamu gak jawab? Belum mau cerita? Ya sudah gak apa-apa kok. Ceritanya lain kali saja ya, aku pasti siap mendengarkan” kata dica sambil mengusap kepalaku.
“iya” aku menjawab sambil meruduk. Karena aku takut dica melihat genangan air mataku
“oiya, hari ini rio mau menjemput. Dia bawa mobil hari ini, karena sebelum dia menjemput dia mau mengantarkan pamannya ke bandara. Apa kamu mau ikut? Dari pada naik angkot kan? pasti capek.”
“sepertinya gak usah, nanti aku merepotkan pacarmu. aku naik angkot saja yah”
“ayolaaah, jangan menolak tawaranku. Dari pada naik angkot? Yayayayayayaya???”
Entah kenapa saat itu aku iyakan tawaran dica. Aku yakin setelah pulang ke rumah nanti aku akan menangis ‘lagi’. tapi aku masih penasaran, apakah rio ini rio yang dulu aku kenal?
“eh aku boleh pinjam handphone kamu gak? Aku mau sms rio. Pulsa aku habis”
“boleh, nih” aku pun menyodorkan handphoneku”
Dica pun mengetik beberapa kata di sana.
“makasih”
“oke”
Dica tidak menghapus kotak terkirimnya, isinya begini
“sayang, hari ini jadi jemput kan? Maaf aku gak ada pulsa buat bales sms kamu. Hari ini aku pulang sekolah jam 12.45, aku ngajak kundi juga buat pulang bareng kita. Abis kasian kalau dia harus pulang naik angkot. Gak apa-apa kan sayang? Balesnya ke nomer aku aja ya soalnya ini nomer hp kundi. Bye. Love you”
Sakit sekali hatiku membaca smsnya.
Sepulang sekolah, aku dan dica menunggu rio di depan gerbang sekolah. Aku agak sedikit gugup menunggu rio. Entah kenapa, yang jelas aku